Pages

Wednesday, April 1, 2009

KAROMAH DAN ISTIDROJ

Oleh : Muhammad Luthfi Ghozali

رُبَمَا رُزِقَ الْكَرَامَةَ مَنْ لَمْ تَكْمَلْ لَهُ الإِسْتِقَامَةُ .

Terkadang orang mendapatkan karomah meski mereka belum sempurna melaksanakan istiqomah.(Hikam Ibnu Atho'illah As-Sakandary)

Orang menggali tanah di sawah misalnya, bisa jadi saat itu dia menemukan harta karun. Namun apabila pagi-pagi ada orang sengaja menggali tanah di sawah untuk mencari harta karun, maka barangkali itu merupakan pertanda pemikiran yang bodoh.

Karomah merupakan warid yang didatangkan kepada seorang hamba buah wirid yang dijalani secara istiqomah. Meskipun karomah buah istiqomah, tanpa kesempurnaan istiqomah bisa jadi orang tetap akan mendapatkan karomah. Hal itu disebabkan, karena karomah merupakan semata anugerah, sebagai hak prerogatif Raja Diraja yang Maha Pencipta, bukan sekedar hasil yang bisa diusahakan oleh seorang hamba. Jika datangnya karomah itu ternyata melalui tapak tilas sebuah usaha dan perjalaan hidup yang dilakukan, maka usaha itu sejatinya hanyalah sesuatu yang diciptakan pula, sebagai sebab supaya hasilnya bisa didatangkan sebagai akibat.

Meskipun karomah merpakan buah ibadah, yaitu buah ilmu, amal dan istiqamah, namun demikian derajat karomah lebih rendah dibanding istiqamah. Karena karomah seperti juga istiqamah sejatinya merupakan sarana. Namun bedanya, apabila karomah adalah sarana supaya seorang hamba mampu melayani makhluk dengan baik, maka istiqamah adalah bagaimana seorang hamba dapat mengabdi kepada Allah dengan sempurna. Karomah adalah sarana supaya seorang hamba dapat melaksanakan ibadah secara horizontal sedang istiqomah adalah sarana untuk melaksanakan ibadah secara vertikal.

Ibarat sayap, dengan istiqamah seorang hamba dapat terbang tinggi keharibaan Allah, sedangkan dengan karomah mereka harus turun lagi ke ladang dunia. Oleh karena itu, apapun yang menjadikan seorang hamba sampai kepada Tuhannya, itu adalah yang lebih utama daripada yang menjadikannya sampai kepada makhluk. Bagaimanapun lemahnya istiqamah karena ia mampu menolong seorang hamba dekat dan wushul kepada Allah, maka istiqomah akan menjadi bernilai lebih tinggi daripada karomah, karena karomah justru berpotensi menjauhkan seorang hamba kepada Tuhannya.

Itu bisa terjadi, apabila kedekatan seorang hamba kepada makhluk ternyata mengakibatkan hatinya condong kepada makhluk. Meskipun kecondongan hati tersebut sesungguhnya merupakan bentuk perwujudan dan penerapan cintanya kepada Sang Kholiq, maka sebesar kecondongan itu akan mengurangi kecintaan mereka kepada Sang Kholiq. Sebab, hati manusia hanya satu, apabila di dalamnya telah terisi oleh sesuatu maka yang lainnya pasti akan berlalu.

Datangnya karomah seringkali diawali dengan datangnya kemudahan dari Allah. Dengan kemudahan itu, yang semestinya orang lain tidak dapat melakukan suatu, seperti menolong kesembuhan orang sakit parah misalnya, padahal segala upaya dokter dan rumah sakit sudah tidak mampu menyembuhkannya, orang tersebut dapat melakukannya dengan mudah. Padahal, upayah penyembuah itu tidak mungkin berhasil kecuali dengan mendapatkan kehendak penyembuah dari-Nya.

Apabila kelebihan dan kemampuan seperti itu kemudian diakui sebagai kemampuan pribadi, bukan dengan mendapatkan pertolongan yang didatangkan dari urusan Ilahiyah, itulah pertanda bahwa kelebihan itu bukan karomah tetapi istidroj. Tanpa adanya pemahaman yang dalam akan urusan rahasia ketuhanan, sulit rasanya orang dapat membaca dan mensikapi realita yang didatangkan itu dengan benar. Hal itu disebabkan karena sebagian besar manusia terhijab dengan pengakuan nafsunya sendiri sehingga anugerah yang utama itu diakui sebagai kemampuan pribadi.

Oleh karena sebagian besar manusia kurang mampu mensyukuri anugerah besar tersebut, maka mereka tidak lagi mendapatkan tambahan dari kenikmatan yang utama itu. Terlebih ketika mereka berbuat kufur nikmat, maka sebagai akibatnya, ketika masa tangguhnya telah berakhir, kemampuan itu akan dicabut berangsur-angsur bersamaan dengan kehancuran pemiliknya. Oleh karena itu, dengan segala pelaksanaan ibadah dan perjuangan yang diistiqomahkan, hendaknya seorang hamba tidak berharap mendapatkan karomah. Apabila Allah menghendaki, maka karomah itu bisa saja didatangkan kepadanya, meski mereka belum pernah melaksanakan istiqomah dengan sempurna.








0 comments:

Post a Comment

Popular Posts