Pages

Thursday, April 16, 2009

HATI YANG ARIF


Oleh : Muhammad Luthfi Ghozali

رُبَّمَا اسْتَحْيَا الْعَارِفُ اَنْ يَرْفَعَ حَاجَتَهُ اِلَى مَوْلَاه لِإِكْتِفَائِهِ بِمَشِيْئَتِهِ فَكَيْفَ لَا يَسْتَحْيِى أَن يَرْفَعَ اِلَى خَلِيْقَتِهِ
Terkadang orang yang ma’rifat malu mengangkat hajad kepada Tuhannya, hal itu karena mereka merasa cukup terhadap kehendak-Nya. Maka bagaimana mereka tidak malu mengangkat hajad kepada makhluk-Nya (Hikam Ibnu Atho’illah Assakandari).

Orang yang ma’rifat kepada Allah adalah orang yang kenal kepadaNya. Mereka adalah orang yang kenal sunnatullah. Kenal dengan sistem dan tatacara kehidupan yang dibangun oleh Allah di alam semesta ini. Dengan pengenalan itu menjadikan hidup mereka terjaga dari perbuatan salah, baik dalam menyikapi, menyangka, mendiagnosa maupun menjalani kehidupan di dunia. Termasuk dalam pengenalan itu, mereka juga mengenal bahwa kehidupan akhirat lebih baik baginya daripada kehidupan dunia. Itu sesuai dengan firman Allah yang artinya: “Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan”(QSAdh-Dhuhaa(93)4). Dengan pengenalan yang demikian itu, maka tidak akan pernah terjadi kehidupan akhirat ditukar dengan kehidupan dunia.

Mereka mampu berbuat sabar dalam susah dan musibah, karena mereka yakin bahwa dengan itu akan mendapatkan senang (surga). Mereka mampu mengendalikan diri dalam senang dan anugerah. Mereka tidak menjadi sombong dengan kelebihan dunia, karena mereka yakin dibalik senang dan anugerah itu sesungguhnya susah dan musibah sudah mempersiapkan diri menunggu giliran. Itu diyakini karena putaran susah dan senang itu adalah bagian sunnah yang sudah ditetapkan Allah dalam kehidupan. Bagi mereka susah berarti menanam sedangkan senang berarti menuai. Apabila hidup hanya senang saja tanpa susah, berarti mereka hanya menuai saja dan tidak menanam lagi, selanjutnya selamanya mereka akan susah (neraka).

Oleh karena itu, terkadang hati mereka lebih merasa damai di dalam susah, bahkan mampu dijalani seumur hidup, karena dengan itu berarti di akhirat nanti tinggal senangnya saja. Dalam kondisi seperti itu dia merasa malu melahirkan hajatnya kepada Allah. Dia merasa cukup dengan apa-apa yang sudah ditentukan Allah bagi dirinya. Kalau sudah demikian, bagaimana dia tidak malu mengharapkan pemberian dari makhluk…?

Orang yang kenal Allah itu mampu mencukupkan diri dengan apa-apa yang sudah ditetapkan Allah bagi dirinya. Dalam keadaan yang bagaimanapun, meski sedang menghadapi kematian misalnya, ketika saat itu dia ingat Allah hatinya menjadi senang. Dia sadar bahwa kehidupan di dunia ini tempatnya amal, saatnya berjuang dan mengabdi, sedangkan di akhirat nanti akan dipertemukan dengan apa-apa yang sudah diusahakan itu. Oleh karena itu, yang dibutuhkan di dunia itu hanyalah sarana untuk amal, sarana untuk mengabdi dengan pengabdian yang seutuhnya. Dengan sarana amal itu bagaimana dia mampu mengabdi untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.

Orang yang kenal Allah adalah orang yang kenal bahwa Allah adalah Tuhannya, tiada Tuhan selainNya, Allah yang menciptakannya. Dirinya hanyalah sekedar hambaNya. Sebagai seorang hamba yang diciptakan, dia kenal bahwa dirinya hanya mempunyai kuwajiban, yakni mengabdi, bahkan hanya untuk itu dia diciptakan. Dia kenal, bahwa sebelum dihidupkan di dunia dia telah menyepakati komitmen(kesepakatan) bahwa Allah adalah pemeliharanya, Allah adalah pelatihnya, Allah adalah yang mentarbiyah dirinya, maka dengan sekehendakNya Allah bisa berbuat apa saja kepada dirinya.

Orang yang kenal Allah adalah orang yang kenal bahwa Allah adalah Tuhan yang Maha Penyayang dan Maha Pengasih. KebaikanNya sudah terdahulu, mendahului setiap kebaikan yang ada. Kebaikan itu bukan sebab kebaikan hambaNya dan bahkan sebelum hambaNya mampu berbuat apa-apa, maka orang yang kenal Allah itu kenal akan kenikmatan-kenikmatan yang telah dianugerah¬kan Allah kepada dirinya. Sebagai seorang hamba yang diciptakan, orang yang kenal Allah itu mengenal akan kelemahan dan keterbatasan dirinya sendiri, termasuk juga kenal dosa-dosanya. Oleh karena itu, orang yang kenal Allah itu adalah orang yang selalu bertaubat kepadaNya. Itu dilakukan, karena dia juga kenal bahwa tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali hanya Allah.

Ketika seorang hamba yang dho’if itu kenal bahwa Ma’budnya adalah Dzat yang Maha Kuasa dan Maha Kaya, Tuhannya mampu berbuat apa saja hanya dengan menurunkan titah(Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia(QS.Yaasin(36)82), maka hatinya menjadi damai. Dia tidak risau lagi untuk menghadapi tantangan hidup yang menghadang. Dia tidak kuatir jatuh miskin dan tidak bisa makan. Tantangan hidup itu hanya dihadapi dengan pengabdian. Dia cukup mengabdi kepadaNya, meski pengabdian itu harus diaktualisasikan dengan pengabdian kepada sesama manusia. Hanya itu kuwajiban yang harus ditunaikan, asal dia sudah melaksanakan pengabdian dengan semampunya, maka dia yakin segala kebutuhan hidupnya akan dicukupi.

Sementara itu ada orang mengatakan, dia butuh sarana untuk sebuah pengabdian. Sarana ibadah itu dicari dan diusahakan dengan mati-matian. Siang dengan bekerja sepanjang hari, malam dengan beribadah sepanjang malam, namun tanpa sadar bahwa sejatinya yang diutamakan dalam ikhtiar itu adalah pencarian sarana ibadah, bukan bagaimana dengan sarana ibadah yang diusahakan itu dia dapat beribadah kepada Allah dengan sempurna.

Untuk memenuhi keinginannya itu, terkadang orang tersebut harus bersusah-susah datang ke majlis. Mengikuti seorang tokoh mujahadah yang terkenal do’anya selalu mendapat ijabah sehingga tokoh itu diikuti banyak orang. Bahkan mengikuti komunitas thoriqoh yang dipimpin seorang guru mursyid yang mulia. Di dalam majlis dzikir itu dia bersungguh-sungguh berdzikir kepada Allah. Tujuannya supaya dia mendapatkan rahmat dariNya. Mendapatkan peningkatan kehidupan ekonomi sehingga hidupnya menjadi mulia dan terhormat di tengah masyarakat. Hutang-hutang yang macet sekian lama supaya segera mendapat¬kan jalan keluar untuk membayar.

Apabila tujuan dzikir dan mujahadah itu hanya untuk meningkatkan tarap hidup di dunia saja, meski bagian dunia yang diminta itu nantinya akan dijadikan sarana ibadah, orang yang demikian itu berarti bukan ma’rifat kepada Allah meski dia termasuk orang yang ma’rifat kepada rahmatNya. Dia mencari rahmat Allah tapi dengan melupakan hak Allah. Akibatnya, apabila rahmat itu sudah didapat, maka dzikir dan Allah akan begitu saja segera ditinggalkan. Itu bisa terjadi, karena dzikir dan Allah itu sejatinya hanya dijadikan alat untuk memenuhi kehendak nafsunya sendiri.

Yang lebih parah dari itu, apabila ternyata yang dituju dalam berdzikir itu tidak juga kunjung tercapai. Peningkatan hidup yang diharapkan tidak segera terwujud. Hutang yang bertumpuk-tumpuk tidak juga segera terbayar. Ketika hatinya sudah dihinggapi rasa putus asa, karena dzikir dan mujahadah yang selama ini ditekuni dianggapnya tidak juga menghasilkan buah, majlis dzikir itu dianggap tidak mampu memenuhi harapan hatinya, maka majlis dzikir dan dzikirnya dicemooh dan dicela. Dia segera meninggalkan komunitas dzikir yang lama dan mencari komunitas dzikir baru yang lebih ampuh lagi. Namun ironisnya di komunitas yang baru itu dia menjelek-jelekkan majlis dzikir yang lama. Itu hanyalah sebagian dari fenomena yang ada, romantika kehidupan manusia memang selalu unik dan mempesona.








Read More...

Wednesday, April 8, 2009

UNGKAPAN ADALAH MAKANAN HATI


Oleh : Muhammad Luthfi Ghozali

اَلْعِبَارَاتُ قُوْتٌ لِعَائِلَةِ الْمُسْتَمِعِيْنَ وَلَيْسَ لَكَ اِلاَّ مَا اَنْتَ لَهُ آكِلٌ . رُبَّمَا عَبَّرَ عَنِ الْمَقَامِ مَنِ اسْتَشْرَفَ عَلَيْهِ وَرُبَّمَا عَبَّرَ عَنْهُ مَنْ وَصَلَ اِلَيْهِ وَذَلِكَ مُلْتَبِسٌ اِلاَّ عَلَى صَاحِبِ بَصِيْرَةٍ . لاَ يَنْبَغِى لِلسَّالِكِ اَنْ يُعْبِّرَ عَنْ وَارِدَاتِهِ فَإِنَّ ذَلِكَ يُقِلُّ عَمَلَهَا فِى قَلْبِهِ وَيَمْنَعُ وُجُوْدَ الصِّدْقِ مَعَ رَبِّهِ .

Ungkapan adalah makanan hati bagi para pendengarnya, maka engkau tidak akan mampu melakukannya kecuali terlebih dahulu telah makan. Terkadang orang mengungkapkan dari kedudukan orang yang berharap mendapatkan kemuliaan, terkadang diungkapkan oleh orang yang telah sampai di dalam kemuliaan, keduanya samar kecuali bagi orang yang mempunyai mata hati. Tidak patut bagi para salik mengungkapkan warid-warid yang datang kepada dirinya, hal itu meyebabkan berkurangnya amalan hati dan menghalangi kesungguhan kepada Tuhannya.(Hikam Ibnu Atho'illah)

Orang yang belum pernah merasakan penderitaan sakit gigi misalnya, bagaimana mungkin dia mampu menggambarkan rasanya sakit gigi kepada orang lain. Kalau toh dia mengenal sakit gigi, pengenalan itu tentunya hanya sebatas teori yang didapatkan dari membaca dan mendengar. Orang yang pernah merasakan sakit gigi, bila kebetulan dia juga orang yang ahli mengobati sakit gigi, tentunya lebih pandai mengobati sakit gigi daripada orang yang belum pernah sakit gigi.

Demikian pula orang yang mampu mengungkapkan keadaan yang batin, tentunya karena memiliki mata batin. Orang yang memiliki mata batin yang cemerlang, sesungguhnya karena telah mengalami kehidupan batin yang sempurna, itulah buah ibadah. Hasil dari melaksanakan mujahadah dan riyadhoh di jalan Allah. Karena dengan ibadah, berarti orang tersebut telah terlatih menggunakan indera batin untuk berhadapan dengan alam batin. Itulah makanan spiritual yang hanya bisa didapat dengan dzikir secara istiqomah.

Ketika indera yang batin itu mampu terlatih dengan baik sehingga sorotnya menjadi tajam dan tembus pandang, disaat indera batin itu melihat gambaran yang lahir, maka “keadaan batin” yang ada dibalik “keadaan lahir” itu menjadi tampak terang. Ini adalah hal yang biasa. Artinya semua orang yang sehat lahir batin berpotensi mencapai kemampuan itu. Asal mereka mau melatih indera batinnya dengan benar, tentunya dengan bimbingan guru ahlinya.

Ketika orang yang matahatinya cemerlang itu melihat sesuatu yang batin. Disaat urusan batin yang menyangkut rahasia orang lain itu harus dilahirkan dihadapan orang banyak, maka secara spontan ungkapannya akan keluar melalui ucapan. Oleh karena itu, setiap ungkapan yang diucapkan selalu dengan menggunakan bahasa lambang yang terkadang masih membutuhkan penafsiran. Adapun bagi para murid yang hatinya sedang membutuhkan obat dari guru mursyidnya, mereka tidak harus susah-susah menafsirkan bahasa lambang tersebut, karena ungkapan itu adalah obat yang disuapkan guru mursyidnya untuk mengobati penyakit hati yang sedang dialami.

Oleh karena kemampuan mengungkapkan keadaan batin seseorang itu adalah hasil ibadah dan pengabdian yang panjang, maka para ahli itu selalu mendapatkan kemuliaan di tengah masyarakat. Itu disebabkan karena dengan kemampuannya sebagai dokter ruhani, dia selalu didatangi orang lain untuk dimintai pertolongan, baik untuk mencarikan jalan keluar dari masalah hidup yang sedang mereka hadapi maupun hanya sekedar berkonsultasi. Dengan yang demikian itu, maka keberadaan ahli batin tersebut dibutuhkan oleh orang yang ada disekitarnya.

Ungkapan tersebut adakalanya diungkapkan oleh orang yang sedang mencari kemuliaan dan adakalanya terungkap dari kedudukan yang mulia. Hakekat dua keadaan itu samar dan tersembunyi, kecuali bagi orang yang matahatinya telah menjadi cemerlang. Oleh karena dua hal itu merupakan keadaan yang batin, maka tanpa indera batin orang sulit membedakannya.

Orang-orang yang mampu mengungkapkan keadaan batin orang lain, karena mereka pernah mengalami perjalanan ruhani sebagaimana perjalanan ruhani orang batinnya diungkap itu. Bagian dari pengalaman ruhaniyah itu adalah warid-warid yang didatangkan sebagai buah dari wirid-wirid yang mereka dijalani. Setiap orang yang melaksanakan perjalanan ruhaniyah, apabila jalan yang ditempuh berada di jalan benar, jalan Allah, maka mereka akan mendapatkan warid-warid yang datangnya dari urusan ketuhanan. Dengan warid-warid tersebut, seseorang akan mendapatkan kelebihan hidup.

Namun demikian, bagi para salik tidak sepantasnya mengungkapkan warid-warid yang didatangkan kepada dirinya. Jika hal itu dilakukan akan menjadi penyebab keruhnya matahati yang mulai cemerlang sehingga hati itu akan kembali terhijab. Apabila hati mereka kembali terhijab, maka amaliyah yang dilakukan yang semula mampu menghidupkan ruhani akan menjadi amaliyah lahir yang hanya akan mendapatkan pahala saja, itupun manakala amaliyah tersebut dikerjakan dengan hati ihlas.

Adapun seorang guru mursyid thoriqoh yang hatinya telah terjaga dari sifat-sifat basyariyah yang tidak terpuji, mereka terkadang mengungkapkan warid-warid yang didatangkan kepada dirinya. Hal itu dilakukan, disamping bertujuan untuk memberikan bimbingan kepada para murid, juga melaksakanan perintah Allah untuk mencerikan kenikmatan yang didatangkan kepada dirinya sebagai perwujudan rasa syukur atas kenikmatan tersebut. Sebagaimana yang dinyatakan Allah dengan firmanNya yang artinya: “Dan terhadap ni'mat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya”(Adh Dhuhaa(93)11).

Dikisahkan dalam buku manaqibnya “Lujjaini Dani” yang ditulis oleh Asy-Syekh Ja’far bin hasan bin Abdul Karim al-Barjanji ra. Asy-Syekh Abdul Qodir Jailani ra. pernah mengungkapkan kewaliannya di depan orang banyak. Beliau berkata: “Syekh Husain Al-Hallaj pernah terpeleset satu kali dalam menjalankan kewaliannya, pada waktu itu tidak ada seorang pun yang mampu menolongnya. Seandainya saya hidup sezaman dengannya, niscaya saya akan menolongnya. Karena saya harus menolong orang yang terpeleset dalam menjalankan kewaliannya dari sahabat-sahabatku, murid-muridku, dan orang-orang yang mencintaiku sampai hari kiamat, baik mereka terpeleset waktu masih hidup maupun setelah mati. Disebabkan karena kudaku sudah terpasang pelananya, tombakku sudah tertancapkan, pedangku sudah terhunus dan anak panahku sudah terpasang busurnya untuk menjaga muridku yang sedang lupa”.

Alam kewalian (warid-warid khusus yang diturunkan kepada orang-orang khusus), meskipun itu adalah anugerah utama yang hanya diturunkan Allah kepada para waliNya, namun demikian warid seperti itu terkadang malah membawa dampak negatif kepada pemiliknya. Seperti orang mabuk, ketika dengan fasilitas yang berlebihan, apa saja yang dikendaki seketika bisa terwujud misalnya, kelebihan seperti itu bisa menjebak pemiliknya merasa menjadi Tuhan. Mereka mengatakan: “Ana Al-Haq” (Aku adalah Tuhan). Padahal mereka itu hanyalah seorang hamba biasa sebagaimana hamba yang lain. Itulah yang dimaksud terpeleset di dalam alam kewalian. Seharusnya siapapun tetap merasa sebagai seorang hamba meski dia telah mendapatkan kelebihan yang luar biasa. Dalam kondisi terpeleset itu, harus ada seorang waliyullah yang mampu menolongnya. Orang yang mampu mengembalikan rasa dalam hati yang menyesatkan alam sadar itu ke jalur yang benar. Orang yang terpeleset dalam alam kewalian itu seperti orang yang tenggelam di dalam perasaan alam bawah sadar, maka harus ada tangan yang mampu menarik kembali ke alam sadar








Read More...

TANDA-TANDA MENGIKUTI HAWA NAFSU


Oleh : Muhammad Luthfi Ghozali

مِنْ عَلَامَاتِ اتِّبَاعِ الْهَوَى الْمُسَارَعَةُ اِلىَ نَوَافِلِ الْخَيْرَاتِ وَالتَّكَاسُلِ عَنِ الْقِيَامِ بِالْوَاجِبَاتِ
Diantara tanda-tanda mengikuti hawa nafsu, giat melaksanakan amaliyah tambahan dan malas melaksanakan amaliyah yang diwajibkan. (Hikam Ibnu Atho’illah Assakandary)

Disaat semangat berbenah diri sedang menghangat, berarti pintu rahmat dan inayah sedang membuka hati. Ibarat kuda berlari, maka amaliah para salik yang semula tersendat menjadi tidak mau berhenti. Bangun malam yang biasanya berat, menjadi ringan sehingga dzikir dan sholat berjalan tanpa hambatan. Seperti ketika bulan Ramadhan datang, meski tanpa dikomando oleh atasan, musollah-musollah menjadi hidup dan masjid-masjid jama’ahnya melober ke jalan. Hal itu bisa terjadi, karena di bulan yang mulia itu Allah sedang mencurahkan rahmatNya di dalam hati yang mendapatkan perhatian.

Bagi seorang salik, meski semangat ibadah sedang tumbuh subur di dalam rongga dada sehingga jalan malam yang semula gelap gulita menjadi terang benderang, namun demikian, mereka tetap harus waspada dan selalu memperhatikan rambu-rambu jalan. Rambu-rambu itu bukan yang terpasang di persimpangan atau pertigaan jalan, tetapi tersembunyi di dalam rongga dada hingga orang lain menjadi samar. Rambu-rambu jalan itu ada diantara nafsu dan hati, sehingga selain orangnya sendiri sulit dapat mengenali.

Seorang salik dituntut tidak harus mampu membangun dan memakmurkan amal ibadah saja, tetapi juga mengenali sesuatu yang mendorong dibaliknya. Apa yang mendasari amaliah yang sedang ditekuni itu, hawa nafsu ataukah hati. Itu harus dilakukan, karena hasil yang dikerjakan akan bergantung dengan yang mendorong dari dalam. Apabila yang mendorong itu hati, berarti perjalanan amal akan sampai kepada tujuan. Namun bila hawa nafsu dan setan, amaliah itu malah akan memasukkan dirinya ke neraka jahannam.

Amal Sunnah dan Amal Wajib
Secara manusiawi setiap manusia enggan diperintah, kecuali terpaksa. Demikian pula orang yang ahli ibadah. Oleh karena itu, terkadang mereka cenderung lebih senang melaksanakan ibadah sunnah daripada yang wajib. Terkadang orang giat bangun malam. Mereka mengerjakan sholat dan dzikir semalam suntut bahkan di tempat sepi seorang diri, tetapi ketika menjelang saat waktu sholat subuh datang, sajadah segera dilipat, bantal dan selimut disekap hingga sholat subuh terlewat.

Padahal dzikir dan sholat malam hukumnya sunnah sedangkan sholat subuh hukumnya wajib. Ibadah sunnah adalah ibadah tambahan. Apabila ibadah wajib ada kekurangan maka yang tambahan dapat menyempurnakan. Meskipun ibadah tambahan dapat mengangkat kemuliaan, menguatkan iman dan menancapkan kecintaan sehingga hamba yang bertakwa mendapatkan kehormatan. Namun, apabila yang wajib ditinggalkan, itu pertanda dzikir dan sholat malam yang dilakukan itu hanya mengikuti dorongan hawa nafsu dan setan. Itulah rambu-rambu jalan, agar perjalanan seorang salik tidak tersesat di tengah jalan.

Apabila perjalanan malam yang mestinya menyampaikan kepada tujuan tetapi malah menyesatkan, maka cahaya yang terang bisa jadi menyilaukan. Akibatnya, batasan jalan menjadi kabur sehingga orang yang terlanjur tersesat, sulit diingatkan. Seperti orang mengatakan: “Bahwa sholat itu untuk dzikir kepada Tuhan”, itu mereka fahami dari sebuah firman: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku (QS.Thohaa(20)14). Ketika mereka merasa dapat mengingat Tuhan, merasa dekat meski sedang tidak mengerjakan sholat, sehingga setiap kemauan serasa dikabulkan, selanjutnya sholatnya ditinggalkan, karena sholat dianggap hanya sebagai kendaraan.

Padahal, meskipun orang telah mendapat karomah besar. Dapat berjalan di udara seperti burung atau menyelam di dasar air seperti ikan. Sholat subuh itu seharusnya tetap dikerjakan. Itu hanya dengan satu alasan, bahwa sholat subuh itu perintah sedangkan karomah adalah pemberian. Bahkan tidak hanya itu, kemuliaan hidup itu diturunkan, karena seorang hamba telah melaksanakan kwajiban.

Terkadang bisa jadi nafsu yang mendorong ibadah haji, maka setiap tahun orang ingin pergi ke tanah suci. Dia ingin menjadi orang suci, namun juga tidak peduli meski uang ongkos haji itu didapat dari hasil korupsi. Itulah godaan setan yang diselipkan dalam hawa nafsu manusiawi. Dengan jebakan seperti itu banyak orang tersesat jalan dan lupa diri. Itu bisa terjadi karena perjalanan ruhani tanpa bimbingan guru sejati, sehingga perjalanan tidak sempat memperhatikan rambu-rambu jalan. Dalam urusan kebajikan, kemauan hawa nafsu dan hati memang sulit dibedakan, namun dengan konsep asy-Syekh Ibnu Atho’illah ra. di atas, maka yang semestinya samar menjadi terang benderang








Read More...

Hasil Liga Champions

Hasil liga champions dini hari tadi sebagai berikut :

MU Vs FC Porto : 2 - 2

Pencetak Gol :
MU : W. Rooney (15'), C. Teves (85')
FC.Porto : C. Rodriguez (4'), M. Gonzales (89')

Villareal Vs Arsenal : 1 - 1

Pencetak Gol :
Villareal : M. Senna (10')
Arsenal : E.S. Adebayor (66')









Read More...

Friday, April 3, 2009

Materi BK

Bagi mahasiswa BK kelas saya dapat download materi dan latihan di link di bawah ini. Untuk pertemuan 4 & 5 besok Sabtu, 4 April 2009, kuliah di mulai jam 09.00 di Lab. D.2.I.

Materi kuliah BK :
1. Materi Junior Web
2. Latihan
3. Tugas Akhir BK
4. Konsep Pemrograman (Pascal)

Mohon diperhatikan, untuk pertemuan besok konsep web yang dibuat harus sudah ada, dan segera di implementasikan sebagai tugas akhir dari mata kuliah BK. Jika sudah di implementasikan segera untuk di upload dan alamat site diberikan ke saya.

Selamat berjuang semoga sukses.








Read More...

Thursday, April 2, 2009

Shalat Khusyuk Tak Harus Bayar Mahal


”SYEH Mustofa, saya pernah ngaji di pesantren. Tetapi setiap shalat belum bisa khusyuk, mengapa? Mungkin syeh punya petunjuk dan saran ?”. Pertanyaan itu disampaikan seorang penelepon bernama Bahruddin dalam dialog interaktif dengan Syeh Mustofa Mas'ud Haqqani di Radio Dais (Dakwah Islam), Masjid Agung Jawa Tengah.

Mursyid Thoriqoh Naqsabandy Haqqani Indonesia itu menjawabnya dengan santai. ”Shalat itu disebut khusyuk apabila sudah memindahkan pusat pikiran ke hati by heart. Mana ada shalat khusyuk bisa dibeli jutaan rupiah dengan kursus dan penataran?” katanya.

Dialog di studio Radio Dais, lantai dasar Menara Al-Husna MAJT itu dipandu oleh reporter Karno dan Sekretaris Badan Pengelola Masjid Agung Jawa Tengah Agus Fathuddin Yusuf.

Jamaah thoriqoh Syeh Musthofa tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Eropa Barat, Amerika Utara, Asia Tenggara dan lain-lain. Pimpinan tertinggi thoriqoh ini ada di Syprus yaitu Syeh Nadzim Haqqani, sedang menantunya Syeh Maulana Hisyam di Amerika Serikat.

Syeh Mustofa sendiri tak banyak menjelaskan jati dirinya. Ia hanya mengatakan asli Jombang, Jatim dan pernah kuliah di London. Menurut Prof Dr HM Amin Syukur MA, saat kuliah di Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Syeh Mustofa pernah menjadi Ketua Dewan Mahasiswa. Sambil kuliah di IAIN, ia juga nyambi kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM). ”Kebanyakan yang kuliah di fakultas Adab, Bahasa Inggris dan Arabnya jago-jago,” kata Amin Syukur.

Ketika ditanya, di mana menetap bertempat tinggal? Ia mengatakan tidak tentu. Kadang di Jakarta, kadang di Semarang, Sumatera, Kalimantan, dan kadang-kadang keliling dunia. Di Semarang biasanya tempat zawiyah (tempat berkumpulnya murid-murid thoriqoh) di rumah Rosyad Ma'shum Jalan Erlangga Tengah Gang VI nomor 2. ”Kalau kebetulan ke Jawa Tengah, biasanya Syeh singgah di tempat kami. Jadwal acaranya sangat padat,” tutur Hajjah Rosyad.
Shalat Khusyuk

Masih sekitar shalat khusyuk, menurut Syeh Mustofa, latihan yang bisa dilakukan supaya khusyuk dengan cara diam sejenak berkonsentrasi sebelum mengangkat tangan takbiratul ihram. ”Aja ujug-ujug takbiratul ihram Allahu Akbar,” katanya dengan logat Jawa Timuran yang medhok.

Saat diam dan konsentrasi tersebut gunakan untuk menghitung-hitung segala kenikmatan yang diterima beberapa saat sebelum shalat. ”Bicaralah dengan hati,” tuturnya.

Renungkan juga beban hidup, musibah, berbagai keruwetan masalah yang dihadapi sesaat sebelum shalat. Bila beban dan persoalan itu sangat berat, sampaikan dan pasrahkan semuanya kepada Allah. ”Kalau semuanya sudah, baru takbiratul ihram Allahu Akbar. Coba resep ini, kalau sungguh-sungguh Insya Allah berhasil. Intinya jangan kesusu takbiratul ihram” katanya sambil tersenyum.

Ia menyontohkan peristiwa saat Sayidina Ali terkena panah. Ia minta para sahabatnya untuk mencabut anak panah yang menancap di punggung saat Ali terlihat sudah dalam keadaan benar-benar khusyuk. Benar saja, ketika pengaruh otak dan ego sudah hilang dan berpindah ke hati, para sahabat buru-buru mencabut anak panah. Dan Sayidina Ali tidak merasa kesakitan sedikitpun.(SM)








Read More...

Wednesday, April 1, 2009

KAROMAH DAN ISTIDROJ

Oleh : Muhammad Luthfi Ghozali

رُبَمَا رُزِقَ الْكَرَامَةَ مَنْ لَمْ تَكْمَلْ لَهُ الإِسْتِقَامَةُ .

Terkadang orang mendapatkan karomah meski mereka belum sempurna melaksanakan istiqomah.(Hikam Ibnu Atho'illah As-Sakandary)

Orang menggali tanah di sawah misalnya, bisa jadi saat itu dia menemukan harta karun. Namun apabila pagi-pagi ada orang sengaja menggali tanah di sawah untuk mencari harta karun, maka barangkali itu merupakan pertanda pemikiran yang bodoh.

Karomah merupakan warid yang didatangkan kepada seorang hamba buah wirid yang dijalani secara istiqomah. Meskipun karomah buah istiqomah, tanpa kesempurnaan istiqomah bisa jadi orang tetap akan mendapatkan karomah. Hal itu disebabkan, karena karomah merupakan semata anugerah, sebagai hak prerogatif Raja Diraja yang Maha Pencipta, bukan sekedar hasil yang bisa diusahakan oleh seorang hamba. Jika datangnya karomah itu ternyata melalui tapak tilas sebuah usaha dan perjalaan hidup yang dilakukan, maka usaha itu sejatinya hanyalah sesuatu yang diciptakan pula, sebagai sebab supaya hasilnya bisa didatangkan sebagai akibat.

Meskipun karomah merpakan buah ibadah, yaitu buah ilmu, amal dan istiqamah, namun demikian derajat karomah lebih rendah dibanding istiqamah. Karena karomah seperti juga istiqamah sejatinya merupakan sarana. Namun bedanya, apabila karomah adalah sarana supaya seorang hamba mampu melayani makhluk dengan baik, maka istiqamah adalah bagaimana seorang hamba dapat mengabdi kepada Allah dengan sempurna. Karomah adalah sarana supaya seorang hamba dapat melaksanakan ibadah secara horizontal sedang istiqomah adalah sarana untuk melaksanakan ibadah secara vertikal.

Ibarat sayap, dengan istiqamah seorang hamba dapat terbang tinggi keharibaan Allah, sedangkan dengan karomah mereka harus turun lagi ke ladang dunia. Oleh karena itu, apapun yang menjadikan seorang hamba sampai kepada Tuhannya, itu adalah yang lebih utama daripada yang menjadikannya sampai kepada makhluk. Bagaimanapun lemahnya istiqamah karena ia mampu menolong seorang hamba dekat dan wushul kepada Allah, maka istiqomah akan menjadi bernilai lebih tinggi daripada karomah, karena karomah justru berpotensi menjauhkan seorang hamba kepada Tuhannya.

Itu bisa terjadi, apabila kedekatan seorang hamba kepada makhluk ternyata mengakibatkan hatinya condong kepada makhluk. Meskipun kecondongan hati tersebut sesungguhnya merupakan bentuk perwujudan dan penerapan cintanya kepada Sang Kholiq, maka sebesar kecondongan itu akan mengurangi kecintaan mereka kepada Sang Kholiq. Sebab, hati manusia hanya satu, apabila di dalamnya telah terisi oleh sesuatu maka yang lainnya pasti akan berlalu.

Datangnya karomah seringkali diawali dengan datangnya kemudahan dari Allah. Dengan kemudahan itu, yang semestinya orang lain tidak dapat melakukan suatu, seperti menolong kesembuhan orang sakit parah misalnya, padahal segala upaya dokter dan rumah sakit sudah tidak mampu menyembuhkannya, orang tersebut dapat melakukannya dengan mudah. Padahal, upayah penyembuah itu tidak mungkin berhasil kecuali dengan mendapatkan kehendak penyembuah dari-Nya.

Apabila kelebihan dan kemampuan seperti itu kemudian diakui sebagai kemampuan pribadi, bukan dengan mendapatkan pertolongan yang didatangkan dari urusan Ilahiyah, itulah pertanda bahwa kelebihan itu bukan karomah tetapi istidroj. Tanpa adanya pemahaman yang dalam akan urusan rahasia ketuhanan, sulit rasanya orang dapat membaca dan mensikapi realita yang didatangkan itu dengan benar. Hal itu disebabkan karena sebagian besar manusia terhijab dengan pengakuan nafsunya sendiri sehingga anugerah yang utama itu diakui sebagai kemampuan pribadi.

Oleh karena sebagian besar manusia kurang mampu mensyukuri anugerah besar tersebut, maka mereka tidak lagi mendapatkan tambahan dari kenikmatan yang utama itu. Terlebih ketika mereka berbuat kufur nikmat, maka sebagai akibatnya, ketika masa tangguhnya telah berakhir, kemampuan itu akan dicabut berangsur-angsur bersamaan dengan kehancuran pemiliknya. Oleh karena itu, dengan segala pelaksanaan ibadah dan perjuangan yang diistiqomahkan, hendaknya seorang hamba tidak berharap mendapatkan karomah. Apabila Allah menghendaki, maka karomah itu bisa saja didatangkan kepadanya, meski mereka belum pernah melaksanakan istiqomah dengan sempurna.








Read More...

Popular Posts